Selasa, 09 Juli 2013

Membina Rumah Tangga : Antara Harapan dan Kenyataan

Apa yang ingin saya tulis di sini hanyalah sekedar sebagai sebuah pengalaman yang mungkin nanti ada gunanya bagi orang lain. Mungkin apa yang akan saya tulis adalah hal yang sangat biasa, tetapi apa salahnya jika tulisan ini mampu memberikan sedikit pencerahan bagi penulis, syukur juga bagi yang berkenan untuk membacanya. 

Hidup seseorang terus berproses sejak ia masih anak-anak, menjadi remaja, dan akhirnya menginjakkan kaki di alam kedewasaan. Bukan berarti aku tak mau bersyukur dengan apa yang melingkupi kehidupanku. Sebagai anak kedua dari dua bersaudara, kadang aku merasa dinomorduakan oleh Bapak dan Ibuku. perasaan itu demikian kuat mungkin malah sampai saat ini. Meskipun demikian aku tetap berusaha mencari celah-celah yang menunjukkan tetap kasih dan sayangnya mereka padaku. bila kuhayati, ibulah yang sebenarnya tulus menyayangiku. Betapa tidak? Setiap kali aku sakit, beliaulah yang bersusah payah mencarikan obat dan berobat walaupun harus berjalan kaki sambil menggendonku dalam dekapannya.Kurasakan detak jantungnya yang keras tanda kekhawatirannya yang sangat atas nasibku.

Juga, saat aku mulai bersekolah di SMP, walaupun dia mencemaskan akan bisa tidaknya mereka membiayai sekolahku. Ibu berusaha dengan sekuat tenaga untuk bekerja demi kebutuhan-kebutuha seklahku. yang terutama dan sangat nyata : Setiap pagi, ibukku pasti sudah bangun untuk mempersiapkan sarapanku meski dengan lauk yang seadanya. Dan itu berlangsng sampai aku lulus SMP, bahkan sampai aku melanjutkan ke SPG.

Ibukku termasuk pekerja keras. Namun sayang, beliau kurang memperhatikan kesehatannya sendiri. Ibukku akhirnya ketahuan menderita penyakit kanker kulit. Proses timbulnya penyakit itu memang lama, sebab mulai muncul saat aku kelas II SPG sampai dengan akhirnya Ibu meninggal 15 tahun kemudian. Penyebabnya sederhana saja : muncul sebuah jerawat kecil pada hidung sebelah kiri. Karena terasa gatal,jerawat itu digaruk dan akhirnya berdarah. Ternyata, lukanya tidak bisa mengering, tetapi terus menjadi luka yang semakin hari semakin bertambah parah.

Berbagai pengobatan sederhana sampai dengan yang paling kompleks pernah ditemph, baik secara medis maupun nonmedis. Akan tetapi ternyata hal itu hanya sekedar untuk menghambat kecepatan laju pertumbuhannya, bukan membunuh atau menyembuhkannya. Hingga akhirnya, aku harus mengikhlaskannya untuk menghadap Sang Illahi rabbi

Yang masih juga terus kuingat dari kata-katanya diantaranya adalah, " Ndhuk, lha nasibe kowe suk piye?"," Ndhuk, lha nasibku iki piye Ndhuk?" " Ndhuk, aku indrinen bae Ndhuk ben cepet mati." " Ndhuk,aku ya wegah kon golek tombo dhewe.Angger dikancani kowe ya gelem." Dan masih banyak lagi kata-kata yang disampaikan ibu untukku.

Saat ibuk meninggal, aku tak tahu mesti sedih atau bahagia, sebab keduanya seimbang. Aku tahu ibu bahagia sebab sudah terlepas dari penderitaannya selama ini. dalam sakt pada lima tahun pertama, beliau tetap masih dapat beraktivitas seperti biasa, bekerja di sawah dan menyelesaikan urusan rumah tangga. pada lima tahun kedua waktunya habis untuk bolak-balik ke rumah sakit bahkan sempat opname beberapa kali. Pada lima tahun ketiga nyaris waktunya dihabiskan di tempat tidur dan mencari pengobatan alternatif. namun, karena penyakit itu semakin meluas sampai ke mulut dan mata, kiranya tak ada lagi yang terbaik bagi ibuku selain menghadap kembali kepadaNya.Ya Allah, ampunilah segala dosa-dosa dan kesalahan ibuku baik yang disengaja maupun tidak. Ringankanlah siksa kuburnya, dan tempatkanlah Beliau di sisiMu ya Allah, Amin.

Bagaimana dengan Bapakku? Aku tahu Bapak juga seseorang yang sangat bertanggung jawab. Namun yang kutahu sebenarnya Bapak mempunyai karakter keras dan kemauan yang keras juga. Setiap kata-kata dan ucapannya menjadi sesuatu yang teramat ia yakini kebenarannya dan tak bisa ditawar-tawar lagi.Aku tahu juga kata-katanya sangat mempengaruhi jalan hidupku.

Aku tekun sekolah karena dorongan dan motivasinya. Aku berusaha belajar dengan tekun dan sungguh-sungguh karena tak mau mengecewakannya. Hanya, akibat sikap dan pandangannya yang sangat jauh ke depan, kadang aku merasa seperti hidup dalam dunia mimpi yang nun jauh di sana.

Bahkan sampai akhirnya aku berumah tangga masih saja selalu dalam setirannya.

Bagaimana kenyataan di dalam keluargaku bapak tak pernah tahu.Berumah tangga memang menjadi harapanku. bagaimana pun harus kubina dengan sebaik-baiknya walaupun banyak sekali hal yang sangat menyakitkan sampai dengan saat ini.

Tidak ada komentar: