Pada bulan Ruwah atau Syakban beberapa daerah di pulau Jawa melaksanakan kegiatan atau tradisi yang disebut sadranan. Di kabupaten Batang disebut Tilawatan. Tradisi yang merupakan perpaduan antara Hindhu dan Islam ini dimulai tanggal 15 sampai dengan menjelang bulan puasa/Ramadhan.
Istilah sadranan sudah dikenal sejak zaman Majapahit tepatnya pada masa pemerintahan raja Hayam Wuruk. Pada masa itu tradisi sadranan digunakan untuk membudayakan kegiatan mengunjungi makam leluhurnya sekaligus digunakan oleh Raja untuk memantau kehidupan rakyatnya di daerah-daerah. Ternyata, tradisi ini dinilai positif oleh sebagian besar penduduk khususnya beberapa daerah di pulau Jawa. Kenyataannya, sampai saat ini tradisi tersebut masih dilestarikan.
Ada beberapa kegiatan utama dalam sadranan ini yaitu :
1. Membersihkan makam leluhur/nenek moyang ( Jawa : besik )
2. Membaca tahlil dan yasin di makam atau di masjid
3. Upacara selamatan ( Jawa : kenduri di makam, masjid, atau rumah penduduk yang ditunjuk )
4. Silaturahim ( Saling mengunjungi famili )
1. MEMBERSIHKAN MAKAM/KUBURAN
Dilakukan sehari sebelum hari H. Seluruh warga masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan bergotong royong membersihkan makam dan kuburan orang tua, saudara, istri, suami, maupun leluhurnya yang lain.
2. MEMBACA TAHLIL DAN YASIN
Dilakukan pada malam hari menjelang hari H. Ada daerah yang melaksanakannya di makam, tetapi ada juga yang dilaksanakan di langgar, mushola, atau masjid setempat. Biasanya, setiap keluarga membawa aneka jajanan dan makanan ( Jawa : jajan tukon pasar ). Ada juga yang disertai dengan nasi golong. Di beberapa daerah yang sudah agak maju, jajan/snak ditaruh di dalam kardus, sedangkan untuk daerah yang masih berpegang pada tradisi, aneka jajanan itu ditaruh di atas piring yang diberi samir ( daun pisang yang dipotong melingkar sebesar ukuran piring ). dalam membaca tahlil dan Yasin, dipimpin oleh tokoh agama setempat. Sesudah membaca tahlil dan yasin kemudian selamatan dengan apem ( kue sejenis cucur yang terbuat dari tepung beras, santan, dan gula ).
3. UPACARA SELAMATAN
Diujudkan dalam bentuk kenduri ( kendhurenan ). Makanan yag dibawa saat kenduri ternyata juga berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Di desa Tarubasan, Karanganom, Klaten berupa nasi yang ditaruh di atas nampan besar, bisa juga di atas tampah. lauknya adalah sambal goreng, mie goreng, telur rebus satu butir, gorengan yang berupa cenggereng, ikan asin diberi tepung beras, thontho, dan krupuk udang
4. SILATURAHIM
Pada hari H, seseorang yang usai mengunjungi makam sanak keluarga dan leluhurnya akan berkunjung ke rumah familinya yang masih hidup. Di sana mereka saling bertukar kabar dan informasi. Sambil bercengkerama akan dihidangkan aneka jajanan dan diakhiri dengan makan besar.
Bagi masyarakat yang masih meyakini tradisi ini, kegiatan di daerah itu akan sangat unik, menarik, dan meriah.namun dalam kenyataannya saat ini, walaupun masih dalam satu wilayah, ternyata ada juga yang tidak lagi mengikuti tradisi ini. Apapun pilihan masyarakat asalkan tidak menimbulkan benturan yang berbau sara mungkin tak ada jeleknya untuk masih dilestarikan. Bukankah saling menghormati dan menghargai agama, kepercayan, dan keyakinan sesama warga negara dilindungi oleh undang-undang negara?

1 komentar:
Yuk, Sadranan
Posting Komentar